Wednesday 27 January 2016

Kisah nyata Nona Huang berkeliling di Nirwana dan melihat alam Neraka

Seberkas Sinar Lentera Mi Thu Siau Ming Teng


Budha awalnya adalah manusia pembina
Dunia fana bak mega tak bertahan lama
Sebuah Petunjuk Suci Guru Sejati menembus 3 alam
Bergegaslah melaksanakan KeTuhanan tanpa terikat dalam duniawi

1 Roh meninggalkan badan selama 6 hari. Mengakibatkan umat kaget dan terkejut.
Pada malam ini melihat ketulusan hati para saudara-saudari sedharma, saya sangat gembira. Saudara-saudari telah mengorbankan waktu yang berharga untuk hadir di sini. Untuk itu saya mengucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya.

Kita mungkin memiliki perasaan hati yang sama tentang keberadaan Nirwana dan Neraka. Pada malam ini, saya hendak memberikan suatu kisah nyata yang dialami dalam kehidupan saya sendiri tentang keberadaan Nirwana dan Neraka, dengan harapan agar dijadikan sebagai titik tolak dalam membina diri di Jalan KeTuhanan.

Saya bertempat tinggal di daerah pesisir ( tepi laut ) yang mungkin mempunyai perbedaan dalam logat bahasa dan intonasi yang tidak dimengerti, mohon dimaafkan.

Saya telah sepuluh tahun lebih membina dalam Wadah KeTuhanan. Sering kali umat ataupun Pelaksana KeTuhanan mengatakan :" Rahin-rajinlah dalam membina Tao. Kalau tidak, akan terjerumus dalam neraka, menerima segala penderitaan yang tidak akan berakhir. 

Dikarenakan Nirwana dan neraka tidak berwujud dan tidak bisa dilihat oleh kedua bola mata, maka sekalipun umat sedharma, pelaksana vihara, pandita madya, pandita dan bahkan Sesepuh dengan penuh welas asih membimbing saya, namun didalam benak senantiasa berkata :" Biarkan kamu menceritakan panjang lebar, tapi dimanakah sebenarnya letak Nirwana dan neraka itu ? Jikalau ada , bagaimanakah bentuk Nirwana dan neraka itu ? Apakah membina Jalan KeTuhanan bisa kembali ke Nirwana ? Dan yang tidak membina , apakah pasti masuk ke alam penuh penyiksaan dan penderitaan (neraka) ?"

Setelah memohon Jalan KeTuhanan, walau hanya menaati dan menghormati Dharma Sejati dari Para Pembabar Agung, mengerti akan Hakekat KeTuhanan dan membina diri, tanpa mengharapkan semua mujizat (sien hua) yang hanya untuk menyadarkan umat manusia yang sesat, niscaya pintu Nirwana terbuka lebar untuk kita.

Dan ini semua merupakan suatu rencana dan kasih dari TUHAN YME dan Para Budha Bodhisatva untuk membimbing umat manusia.

Apalagi sekarang ini, jikalau hati KeTuhanan tinggi 1 mistar, maka ujian dan godaan iblis tingginya 10 kali lipat. Orang yang memohon Jalan KeTuhanan banyaknya bagaikan bulu kerbau, tapi yang tulus hati membina bagaikan tanduk kerbau. Maka bergegaslah membina dan memupuk jasa pahala, tambahkan keyakinan kita agar bisa kembali ke alam azali (asal) kita.

Kejadian tersebut bermula, saat saya jatuh pingsan pada tahun 1967 bulan 1 tepatnya tanggal 22 menurut penanggalan imlek. Namun ada dua peristiwa yang terjadi 22 hari sebelumnya yang perlu diketahui.


Kejadian 1


Dikisahkan seorang ibu rumah tangga yang bermukim di daerah Chang Hua, bernama Nyonya Huang. Walau beliau telah bervegetarian , tapi kebutuhan hidup diisi dengan berjualan ikan dan segala hewan laut. Namun diluar dugaan , beliau meninggal dunia akibat kecelakaan pada bulan 1 tanggal 19 dengan tahun yang sama (1967) . Pada hari pemakamannya, saya turut serta memberikan penghormatan . Dan beliaulah yang bersama saya berjumpa dengan Dewa Penjaga Gerbang Nirwana.

Kejadian 2

Siang tanggal 21 , Pimpinan Vihara Thien Lun, yaitu Pandita Ong bertemu dengan saya dan dengan penuh welas asih berkata :" Orang yang sudah memohon Jalan KeTuhanan, harus satu hati dalam melaksanakannya. Apa yang kita ikrarkan (janji) harus dilaksanakan, bila tidak mustahil akan dapat kembali ke tempat azali (Nirwana).

Di dunia fana sekarang ini, sering orang mengatakan :" Kalau tidak ada uang , mana mungkin dapat berbuat amal kebajikan, apalagi membina Jalan KeTuhanan." Pernyataan tersebut terus membayangi pikiran saya selama 5 tahun. Dalam jangka waktu tersebut saya hanya berpikir bagaimana caranya untuk mencari uang yang banyak tanpa menghiraukan keadaan vihara. Sehingga dalam 5 tahun belakangan ini saya hanya menitikberatkan pada masalah duniawi daripada surgawi. " Hanya dengan mendapatkan uang yang banyak baru dapat beramal pahala ". pernyataan tersebut yang tertanam dalam pikiran saya selama ini.

Dengan kebijaksanaannya, Pandita dapat melihat keadaan yang saya hadapi. Beliau senantiasa dengan penuh welas asih membimbing saya. Namun saya terus menerus menyangkal pernyataan beliau dan menganggap uang adalah segalanya dalam menyelesaikan masalah . Perdebatan tersebut terjadi, dikarenakan pandangan saya yang salah. Dan pada keesokan harinya tepatnya tanggal 22 imlek, secara tiba-tiba saya diserang penyakit masuk angin sehingga haus seketika dan secara spontan langsung meminum teh. Setelah itu, tiba-tiba pandangan mata saya menjadi kabur dan langsung jatuh pingsan.

Saat itu, badan saya yang seharusnya jatuh ke samping atau ke depan, malah terhempas ke belakang, seakan-akan ada sebuah kekuatan aneh yang mendorong saya sehingga terhempas ke belakang . Sewaktu badan menyentuh tanah, saya sudah dalam keadaan tidak sadar (pingsan).

Begitu mendengar seperti suara "bukk..." yang keras, Pandita Madya dan para umat yang berada di ruangan depan langsung menuju ke asal suara untuk melihat apa yang sebenarnya terjadi. Rupanya Pandita Madya melihat saya sudah tidak sadarkan diri dan terlentang di atas lantai. Saat itu juga Pandita Madya segera mengoyang-goyangkan tubuhku sambil menyebut-nyebut namaku, namun saya tidak memberikan reaksi.

Selama 6 hari, mulut dan gigi saya tidak terbuka, satu titik air pun tidak masuk ke dalam mulut. Tetapi wajah saya tetap cerah seperti orang normal yang sedang tidur nyenyak. Sesudah 6 hari baru saya sadar kembali, para umat sedharma baru memberitahukan keadaan yang sebenarnya yang telah menimpa saya.


2  Umat yang tidak membina kembali ke Nirwana . Arwah kaget dan terkejut melihat Tiga Penguasa Alam berada di Gerbang Nirwana.

Gunung kokoh, Air jernih ada sepanjang tahun
Bunga-bunga di musim semi tak selamanya mekar
Kehidupan manusia hanyalah ratusan tahun
Tanpa menyadari lahir mati bagaikan kosong tak berarti

Rambut hitam mudah berubah menjadi putih
Yang selamanya berada dalam roda samsara
Lonceng kematian berdetak tiada henti
Mengingatkan manusia akan ancaman petaka

Tanpa belajar dan membina diri, hari berlalu sia-sia
Vihara mengajar dan membimbing kita terlepas dari derita
Jalan KeTuhanan tersebar di seluruh penjuru dunia
Begitu waktu tiba menyesalpun tiada guna


Sesudah saya jatuh pingsan, saya merasakan badan raga sangat ringan sekali bagaikan terbang melayang. Setelah perasaan tenang kembali, tak disangka sudah tiba di suatu tempat yang asing dan aneh yang sebelumnya belum pernah saya datangi. Saya memandang ke sana ke sini. Hanya awan dan uap yang ada di sekelilingku. Tak ada satu orangpun yang berada di sana. Tiba-tiba, saya melihat almarhum paman kedua dari kejauhan datang menghampiri saya. Saya merasakan adanya hembusan angin sejuk yang membuat bulu kuduk di sekujur tubuhku merinding. Paman yang sebenarnya telah meninggal dunia bagaikan hidup kembali. Dalam hati timbul perasaan gentar dan tanpa berpikir panjang lebar, saya langsung mengambil langkah seribu untuk meninggalkan tempat yang angker itu.

Selang beberapa saat, tibalah saya di suatu ruangan yang sunyi senyap dan segera memutuskan untuk masuk ke ruangan itu tanpa peduli akan tuan rumahnya. Sampai di dalam, saya bertemu dengan Nyonya Huang ( yang kebetulan bermarga sama dengan saya ), yang sudah meninggal. Dengan perasaan kaget dan takut, saya bertanya :" Nyonya Huang, anda kan sudah meninggal dunia, kenapa masih berada di sini ?" Roman muka Nyonya Huang sangat pucat pasi dan berwarna hijau, layaknya seperti hantu. Sangat mengerikan sekali ! Saya menjadi gentar, apalagi ketika ia menggenggam tangan saya sambil berkata :" Nona Huang , mohon jangan pergi dulu. Hanya andalah yang mampu membantu saya ."

Dikarenakan beliau adalah umat sedharma, maka saya tidak berani mengatakan keadaan sebenarnya. Dengan gerakan cepat beliau menolak dan mendorong langkah saya ." Sebenarnya apa yang bisa saya bantu ? tanya saya.

Lalu nyonya Huang menjawab :" Saya bertanya apa nanti, kamu harus menjawabnya !" Nyonya Huang terus menggenggam tangan saya sambil memohon.

Rupanya saya telah tiba di tempat Tiga Penguasa Alam Nirwana, yang merupakan pintu masuk dan keluar Nirwana. Penjaga yang berada di sana sangat berdisiplin dan berwibawa. Ruangannya sungguh menyenangkan sekali , meja dan lemari semuanya terbuat dari kristal yang berkilauan. Bentuk ruas kursinya bagaikan naga, tersusun satu demi satu dengan rapi.

Genggaman tangan nyonya Huang masih belum lepas. Tiba-tiba datang seseorang yang memakai baju perang yang bersinar-sinar. Pakaiannya sungguh mencerminkan disiplin yang tinggi. Rupanya Dia adalah seorang Dewa. dengan cepat dia membalikkan sejilid buku yang ada di tanganNya, sesaat kemudian dia memanggil nama nyonya Huang. Begitu mendengar namanya dipanggil, dia segera melepaskan genggamannya dan mendengarkan perkataan dari Dewa pengawal itu dengan sepenuh hati. Saya melangkah dengan hati-hati dan lambat-lambat keluar. Pada waktu Dewa pengawal itu bertanya kepada nyonya Huang dengan cepat sekali saya keluar melalui pintu. Pada waktu keluar, nyonya Huang memanggilku, saya membalikkan kepala dan kelihatan sebuah papan yang bertuliskan San Kuan Ciu Khou 三關九口 3 Gerbang 9 pos ( Tiga Penguasa Gerbang Nirwana  ) diatas pintu yang sangat besar.

Saya kaget membaca empat aksara itu, lalu berpikir " Wah ! San Kuang Ciu Khou ? Kok, saya bisa berada di sini ?" Nyonya Huang memanggilku sekali lagi, tetapi saya tidak menghiraukannya. Dengan ketakutan dan rasa ngeri, saya lari langkah seribu.

Sesudah beberapa saat, saya memperlambat langkahku. Badan terasa berada di jalan berawan yang menyesatkan, gembira menemukan kaum tua berada di jalan. Lalu mengatakan :" Dunia ini bagaikan main film. Umat manusia mudah sekali tersesat, oh, ya ! Bagaikan main film ! Sewaktu main film kamu memakai baju yang berlainan, main bagaikan orang gila, nonton bagaikan orang yang bodoh. Ada yang memakai baju bagus, ada yang kelaparan ditengah jalan, ada yang kaya dan berkedudukan. Bila yang menangis di dalam kegelapan melihat pelawak, mereka ketawa setengah mati, melihat orang yang mendapat kesusahan seperti kita yang sedang mendapat kesusahan . Melihat pengawal yang setia senang sekali. Melihat pengawal yang tak setia mereka marah. Meskipun bagaikan main film, namun di dalamnya terkandung makna dan tujuan mulia seperti menasehati orang lain supaya tidak menipu, membersihkan hati yang penuh kekotoran, perbuatan yang asusila jangan dilakukan, membimbing manusia berbuat sesuai Hakekat Kebenaran KeTuhanan. Inilah arti sejati di dalam permainan film, tidak tega melihat umat manusia terjerumus ke lembah kesesatan, dan tidak menjadikan yang palsu sebagai sejati.

Tidak berapa lama kemudian, saya sampai di suatu tempat yang putih dan besar. Tempat itu penuh dengan awan putih, sungguh sepi. Merasakan ketidakwajaran, saya berpikir :" Tempat apa ini ?"

Sudah begitu lama, kok belum juga kembali ke vihara ? Bagaimana sih, jalan keluar yang benar ? Tiba-tiba di tempat yang besar itu muncul tujuh bayangan, karena awan putihnya sangat tebal maka tidak bisa melihat dengan jelas. Saya berpikir :" Kali ini benar-benar berbahaya. Apakah mereka laiki-laki atau perempuan ?"

Saya berhenti dan memandang sebentar, ternyata salah satu diantaranya adalah Pandita Tan, beliau menuju ke arahku, dengan sedikit perasaan takut, saya bertanya :" Pandita, Pandita kan sudah meninggal ? Kok, ada di sini ?"

Pada waktu itu saya ingin sekali mencari persembunyian di balik pohon-pohon besar, tapi tidak menjumpai satu pohon pun di sana. Yang kelihatan hanya kabut yang tebal, mana mungkin bisa bersembunyi, dengan suatu gerakan yang cepat, Pandita Tan sudah berada di derpanku dan memanggilku " Nona Huang "

Sesudah memanggil kedua kali, saya tak berkekuatan lagi dan langsung berlutut "tung....! terdengar suara keras. Saya berkata dengan nada sedih, sambil menundukkan kepala, " sebenarnya apa yang melanda saya, kenapa terus menerus bertemu dengan orang yang sudah meninggal ?"

Pandita Tan kemudian bertanya :" Nona Huang, kenapa anda datang ke tempat ini ?"

Saya langsung menjawab :" Saya hendak pulang ! Saya sudah tidak tahan lagi." Pada waktu itu, tidak tertahankan lagi kedua air mata mengalir membasahi wajahku. 

Pandita Tan lalu mengatakan :" Baiklah, saya akan mengantarmu pulang."

Mendengar ucapan beliau saya merasa sangat senang sekali.

Lalu Pandita Tan berujar :" Di sini bukanlah luar pulau, juga bukan dunia lain. Percayalah ! Tidak berapa lama lagi kamu bisa pulang ke vihara !"

Sesudah perkataan beliau selesai, saya terus berdiri mengikuti mereka menuju ke depan para pengawal beliau yang berada di sampingnya sangat gagah dan berdisiplin. Mereka adalah Dewa , yang satu memanggul toya, yang satunya lagi memikul benang emas, kedua benda tersebut sangat terang dan memancarkan cahaya . Yang empat lagi mengikuti dari belakang. Mereka juga berpakaian emas, saya memohon supaya diberi petunjuk dalam hati, tapi tak bisa membuka mulut. Melihat beliau dan pengawalnya memakai baju yang begitu rapi dan berdisiplin, dalam hati timbul suatu perasaan rendah diri (minder) melihat keadaan sendiri.

Saya terus mengikuti beliau. Tak berapa lama kemudian, kami tiba di suatu tempat yang pintunya begitu besar dan berwarna merah. Pintu itu bersinat-sinar di kelilingi oleh awan yang berwarna-warni. Sungguh merupakan pemandangan yang luar biasa indahnya ! Di atas pintu yang besar itu terdapat 2 huruf yang tersusun rapi Li Thien ( 理天 Alam Nirwana ) Kedua huruf itu bagaikan terbuat dari emas yang berkilauan memancarkan sinarnya. 

Waktu itu saya terus bertanya pada beliau, " Pandita Tan, tadi anda berjanji ingin membawa saya pulang, tetapi kenapa masih berada di sini lagi ?"

Tiba-tiba beliau meluncur masuk ke dalam bagaikan tidak menggunakan kaki. " Wah ! Luar biasa " dalam hati berucap.

Saya pun berniat ikut masuk, tetapi belum sampai di pintu besar langkah kaki saya terasa dihentikan. Kepala terus menunduk, badan terasa tidak bertenaga (rasanya hilang keseimbangan) 

Saya memaksa untuk maju ke depan, tapi sewaktu langkah pertama bergerak maju, secepatnya balik kembali. Sering kali ingin melangkahkan kaki, namun toh tetap begitu saja. Melihat beliau sudah berjalan sangat jauh, dalam hati bertanya ?" Awan, kabut dan embun terus menggulung-gulung berdatangan membuat pandanganku menjadi kabur. Dan hatipun merasa sangat luntur. Saya sangat khawatir sekali dan mengatakan kepada diri sendiri, " Jikalau benar-benar tidak bisa mengikuti mereka, tinggal saya seorang diri, apa yang sebaiknya harus kuperbuat ?" Dengan suara keras saya berusaha untuk memanggil Pandita Tan, " Pandita Tan, saya tidak bisa berjalan. Saya tunggu di sini, kalian duluan saja ".

Selesai perkataan saya, Beliau dan Dewa pengawal membalikkan badan dan berjalan ke arah saya. Pada waktu itu, satu kata pun tidak bisa diucapkan lagi. Hanya melihat salah seorang Dewa mengambil tali menuju ke tempat saya. Dua lingkaran tali dilemparkan tepat di depan saya berdiri. Dengan perasaan lugu, saya mengambil talinya. Kejadian aneh langsung terjadi. Kaki yang sebelumnya tidak bisa digerakkan , secara tiba-tiba kembali seperti biasa dan serasa badan saya sangat ringan bagaikan terbang di udara.

Selang beberapa saat, sampailah di depan sebuah Istana Emas dan kami berhenti di sana. Meskipun melihat Istana Emas itu tidak begitu tinggi, tapi hawanya terus membumbung naik. Yang anehnya ialah, Istana Emas itu tidak bersatu dengan awan dan bawahnya datar. Kelihatannya seperti tergantung melayang di udara. Jumlah anak tangganya kurang lebih 12 dan tidak bergabung dengan lantai. Lalu saya berkata :" Eh ! Sungguh ajaib ! Pemandangan yang sungguh menarik. Kok, bangunannya tidak bersatu dengan tanah ?" dalam hati timbul pertanyaan.

Pada waktu itu Dewa pengawal yang berada di sebelah Pandita Tan, tiba-tiba mundur 4 langkah ke belakang seperti akan menunggu sesuatu. Kemudian datang seorang anak Dewa yang dinamakan Kim Tong Giok Ni 金童玉女. Tangannya membawa 2 buah kotak biru yang tidak sama ukurannya. Dua anak Dewa itu menuju ke arah Pandita Tan, sembari memberi hormat. Salah satu dari anak Dewa membuka kotak yang berisikan satu stel pakaian emas yang bersinar-sinar. Dan menyuruh saya untuk segera memakainya. Saya sangat kaget sekali dan berkata :" Sungguh tak pantas untuk memakainya "

Kemudian saya berkata :" Pandita Tan, saya belum pernah memakai pakaian emas yang seindah ini. Apakah ada pakaian yang biasa saja ?" 

Pandita Tan lalu berkata :" Pakailah segera, tidak ada waktu lagi !" Dengan perasaan grogi, saya langsung memakainya. Anak Dewa yang satunya lagi membuka kotak lainnya dan mengeluarkan sepasang sepatu berbunga-bunga kecil dan diberikan kepada saya.

Sebenarnya saya sudah mencari sepatu untuk dipakai supaya kelihatan lebih sopan. Rasanya sekarang ini saya benar-benar mendapatkannya dan merasakan sangat berbahagia sekali. Namun sepatu yang diberikan ternyata berukuran kecil sekali dan tidak mungkin bisa dipakai. Dan juga modelnya jaman dahulu. Saat itu saya langsung bertanya :" Pandita Tan, apakah ada ukuran yang lebih besar lagi ? Ini terlalu sempat dan kecil bagiku " Pandita Tan lalu berkata :" Bisa, pasti bisa, pakailah segera ".

Saya menuruti perkataan beliau dan memakainya. Betapa aneh dan ajaib, sepatu yang berukuran mini tersebut ternyata sesuai dengan kaki saya. Setelah dipakai badan saya terasa ringan dan tiada beban. Dalam hati saya berpikir :" Untuk apa saya memakai pakaian dan sepatu ini ?"

Sewaktu teringat tentang keadaan bangunan istana, saya langsung bertanya, " Istana ini tidak ada tangga-tangganya, bagaimana bisa naik ke atas ?" Pembicaraan belum selesai, secara tiba-tiba muncul sederetan tangga sampai di dasar tanah.

Pandita Tan lalu mengatakan :" Nona Huang, cepatlah naik ke atas !" " Pandita , apakah betul harus naik ?" tanya saya.

Waktu ingin melangkahkan kaki, saya teringat akan pakaian yang saya kenakan. Dalam hati berpikir :" Baju ini sungguh indah dan enak dipakai, tapi ini hanyalah baju pinjaman. Kalau sampai kotor bagaimana jadinya ?" Maka saya menyingsingkan baju saya.

" Untuk apa saya naik ke atas ? Bagaimana cara menaikinya ?" Dalam hati bertanya, " Kemana perginya mereka semua ?" Namun secara tiba-tiba  terdengar suara yang keras dari atas, " Cepatlah naik, cepatlah !" Rupanya salah seorang Dewa memanggil saya dari atas. Dan tanpa berpikir panjang, saya langsung naik ke atas.


3 Menyembah TUHAN YANG MAHA ESA di sebuah kolam. Sembilan Singgasana Teratai yang mujizat.



Perangai manusia senantiasa berubah
Hanya KeTuhanan jalan menuju kesempurnaan
Cepatlah membimbing manusia kembali ke Nirwana
Manusia awam tersesat tidak membina diri

Moral Kebajikan semakin merosot dan merosot
Kaya, miskin, mulia, hina, semua orang mengetahuinya 
Tidak membina saat ini, kelak menyesalpun tiada guna
Dalam KeTuhanan Sejati terdapat ujian yang sejati

Ini bukanlah perkataan yang palsu
Ujian dan godaan iblis senantiasa mengikuti kita
Membina KeTuhanan tanpa ujian dan cobaan,
Orang jahat pun bisa mencapai tingkat KeBudhaan

Sesudah masuk ke dalam Istana, Pandita Tan dan Para Dewa tidak menyampaikan sesuatu persoalan pun pada saya. Mereka semuanya berlutut, tidak berani sendirian berdiri. Dengan langkah cepat, saya mengikuti mereka. Dalam hati berpikir :" Ini tempat apa ? Kenapa saya dibawa kemari ? Bagaimana cara sembahyang yang benar ?"

Setelah mereka menyatakan hormat datang dengan cara bersujud, masing-masing duduk di kedua sisi, tanpa bergerak sedikitpun. Waktu itu, saya merasa gemetar dan takut " Matilah saya, kenapa ditinggal sendirian ? Bagaimana cara bersembahyang dan menyapa ?"

Dewa yang berada di sampingku menatap dan mengatakan :" Anda setiap hari sembahyang, masa tidak tahu siapa yang anda sembah ?"

Dalam hati berpikir, " Apakah benar yang sedang saya sembah sekarang ini adalah LAO MU 老㊥ ?" Dari sini saya merasakan suatu keanehan. Perlahan-lahan saya menaikkan kepala dan memandang, " Eh , kok bisa tertawa ya ?" pikirku.

Sewaktu melihat, Wah ! Kedua telingaNYA membujur panjang sampai ke bahu dengan mulut berseri-seri. Rambut, hidung dan mataNYA tidak kelihatan karena ditutupi oleh sinar yang terang sekali.

" Kemungkinan pribadi LAO MU dan Para Budha bagaikan segumpal cahaya terang. Setiap saat berubah bentuk dan tidak bisa kita pastikan wujud asliNYA."

Saya memandang ke depan dan melihatNYA tersenyum-senyum dengan penuh welas asih. Namun saya terus gemetaran. Badan saya sangat dingin sekali, tangan dan kaki gemetaran. Tak lama kemudian LAO MU memberikan sebuah buku kepada saya. Dengan cepat saya membuka buku itu, " Astaga !" Di dalamnya terdapat huruf yang bersinar-sinar. Kalau bertanya, pasti malu sekali. Hati menjadi gelisah dan kaki tangan bertambah gemetaran

Seluruh badan terasa dingin bagaikan es, untung LOA MU bukan betul-betul ingin menguji.

LAO MU melihat saya dan saya tidak berani mengangkat kepala. Lalu Beliau bersabda dengan penuh welas asih tentang Hakekat Kebenaran kepada saya. Sesudah perkataanNYA selesai, Beliau memerintahkan seorang Dewa untuk mengambil 2 jilid buku, turun dari mimbar dan menuju ke tempat saya dengan berlutut, Dewa tersebut memberikan 2 jilid buku itu kepada saya.

Sewaktu menyerahkan kedua buku kepada saya, terlihat olehku di pergelangan tangan Dewa ( seperti wanita ) tergantung sebuah lempengan emas yang terukir huruf Giok Ni . Dengan penuh welas asih Giok Ni memapah  tangan saya untuk berdiri sehingga melihat sekeliling lebih jelas. Ruangan tersebut di penuhi dengan bunga teratai. Ada yang berputar mengeluarkan cahaya yang luar biasa indah dan aroma yang harum. Di lain tempat terlihat bunga teratai yang sama sekali tidak berputar, bahkan sudah menunjukkan tanda-tanda layu.

Waktu itu juga, saya langsung memberanikan diri untuk bertanya kepada Giok Ni :" Bunga teratai ini sebenarnya melambangkan apa ?" 

Dengan penuh cinta kasih Giok Ni menerangkan :" Sebenarnya bunga-bunga teratai ini menunjukkan sampai dimana tahap pembinaan seseorang di dunia." Lebih lanjut ditegaskan :" Bunga teratai yang berputar menandakan pembina KeTuhanan yang tulus dan mengerti akan Hakekat Kebenaran, memegang teguh Jalan KeTuhanan dengan keyakinan diri yang kokoh. Jadi bisa dikatakan orang tersebut adalah orang yang saleh dengan kebijaksanaan (kearifan) dan jasa pahala.

Dia maju terus dan pantang mundur, sehingga bunga teratainya makin berputar makin besar dan tinggi. Warnanya pun semakin indah dan cantik."

" Kalau bunga teratai yang ada di sana ," sambil menunjukkan kepada saya, " Bunga teratai yang berputar sesaat berhenti dan tidak bergerak lagi, itu menandakan orang itu pada permulaan membina KeTuhanan sangat aktif dan saleh, berbuat jasa pahala dan memupuk segala kebajikan. Sangat disayangkan, dia tidak memiliki iman yang teguh, seperti pepatah kuno " Kepala harimau ekor tikus." Pada akhir pembinaan dia telah kehilangan kendali dan melanggar semua yang diuraikan dalam Hakekat Kebenaran, dan lari meninggalkan pembinaan diri."

Giok Ni lalu berkata :" Belajar Hakekat KeTuhanan laksana mendayung sampan berlawanan arus, tidak maju pasti akan mundur. Seseorang jikalau tidak cepat-cepat membina diri dengan penuh keyakinan , dikhawatirkan hati KeTuhanannya akan memudar , kearifan tumpul (gelap) dan jasa pahalanya berkurang. Coba anda lihat, ada bunga teratai berputar keluar dari tempat Sembilan Singgasana teratai , ini menandakan dia membina KeTuhanan mendapat ujian dan godaan iblis, ataupun sendiri berbuat kesalahan. Dan akhirnya menjerumuskan diri sendiri. Jikalau ingin membuat teratai masuk kembali, maka setidak-tidaknya orang tersebut harus cepat sadar dan tulus hati bertobat untuk merubah semua sifat buruknya. Dan kembali dari permulaan." Ujar Giok Ni.

Lalu Giok Ni menyimpulkan ," Orang yang sungguh-sungguh membina diri ataupun yang tidak, dapat dilihat dengan jelas dari sini. Tanpa harus menyuruh Para Penegak Hukum ataupun Para Suci untuk menyelidikinya."

Setelah mendengar penjelasan dari Giok Ni, saya memperhatikan dengan seksama dan melihat dari dekat. Rupanya masing-masing bunga teratai berbeda. Singgasana Teratai sangat terbatas, bukan saja besar, tinggi dan cantik, malahan bisa bersinar-sinar menyilaukan mata. Tapi tentang bunga teratai yang keluar dari tempat asalnya sudah berlainan. Bukan saja layu (kering) dan berubah warna, malahan susut menjadi sekuntum bunga yang sangat kecil.

Mulai dari saat itu, saya baru mengetahui setiap Singgasana Teratai sudah terukir nama masing-masing . Malahan bisa melihat wajah yang ada pada bunga teratai dengan jelas dan terang. Tapi ada yang sangat kabur sekali.

Pada waktu Giok Ni mendekati saya dan berkata :" Sebenarnya Pandita Madya ( Pengurus Vihara 壇主 Tan Zu ) atau umat yang telah bervegetarian dengan umat yang belum bervegetarian berbeda Singgasana Teratainya.

Coba anda lihat, yang ini adalah ......... sedangkan yang di sana  adalah ........ dan seterusnya. Giok Ni dengan nada welas asih menejelaskan sejelas-jelasnya. Saya terus menatap bunga-bunga teratai yang ada di sana. Sungguh disayangkan Pandita Madya yang membina hari ini bukan saja Singgasana Teratainya susut menjadi kecil, malahan nama dan wajahnya kabur tidak kelihatan lagi karena mundur dari Jalan KeTuhanan. 

Tiba-tiba, dari atas terlihat kilatan dari Singgasana Teratai dan berguncang-guncang. Giok Ni menjelaskan :" Ini adalah penampilan yang kurang baik, ini bukan keluar kilat ataupun sinar. Ini menandakan orang yang membina di dunia, hati KeTuhanannya sudah bergoyang waktu mendapat ujian dan godaan iblis yang berat. Akhirnya mundur dari KeTuhanan. Dikarenakan hati KeTuhanannya tidak kokoh, maka roh asalnya yang di teratai ini sudah mewujudkan penampilan buruknya." tandas Giok Ni.

Giok Ni menunjukkan kepada saya beberapa roh asal dan mukanya sudah terkena bintik-bintik putih, merah dan hitam, sehingga Singgasana Teratainya menjadi kabur. Selanjutnya Giok Ni menjelaskan :" Bintik-bintik ini dikarenakan merokok, minum arak atau terjerumus ke dalam 7 Perangai dan 6 Nafsu duniawi."

Sebenarnya orang yang membina Jalan KeTuhanan masih ada tersedia  untuknya di Nirwana, jikalau belum sempurna di dunia. Di Sembilan Singgasana Teratai ini terdapat perbedaan yang sangat jelas dan seolah-olah setiap bunga teratai mempunyai tenaga darinya ( dari nyawa orang yang membina ) sebagai satu pokok. Demikian juga di dalam hati seorang pembina Jalan KeTuhanan . Bunga teratai akan menjadi terang dan bercahaya, jikalau sepenuh hati dalam membina dan sebaliknya.

LAO MU bersabda :" Anda harus bergegas pergi untuk menggugah hati umat manusia, tidak hanya pada umat ( Tao chin 道親 ) saja, bahkan yang memiliki kewajiban sebagai Pandita Madya ( 壇主 ) dan Petugas Pelaksana Vihara (辦事人員 ) harus sering mengunjungi mereka." Saya langsung menjawab :" Bukankah mereka sangat aktif dalam membina KeTuhanan, bahkan telah membuka Vihara dan menanam bibit-bibit yang baik." 

LAO MU menyambung perkataan saya ." Anda tidak mengetahui jika hanya mengandalkan mata biasa saja. Namun di sini dapat dilihat bagaikan cermin besar, setiap tingkah laku mereka. Jadi orang yang membina Jalan KeTuhanan harus mendapat ujian dan penderitaan. Seperti seorang guru terhadap murid dalam sekolah harus memberikan ujian, untuk mengetahui keberhasilan dan kekurangannya. Apakah sempurna, biasa atau kurang ? Sembilan Singgasana Teratai inipun demikian pula, jika tidak mengalami ujian, maka tidak dapat dibedakan, mana yang berhasil atau tidak di dalam pembinaan. Maka dikatakan sesudah ujian tampaklah hati sejatinya. Jika tidak mengalami ujian dan godaan iblis, maka orang yang hobbynya pergi ke bar dan club malam sudah tentu bisa mencapai kesempurnaan. Jikalau tidak ada ujian dalam membina Jalan KeTuhanan, maka iblis, hantu dan siluman pun bisa mencapai tingkat KeBudhaan ." 

Dalam hati timbul hasrat dan berjanji kepada LAO MU bahwa anak yang durhaka ini akan sekuat tenaga untuk menggugah manusia dan tidak berani melanggar maksud LAO MU.

4 Membina, menggembleng hanya melihat kesinaran. Jikalau tidak kembali lagi maka akan datang lagi.

Taburkanlah benih cinta kasih, bersifatlah lapang dada
Belajar seperti rumput yang bisa menjadi obat
Ketulusan dan Lapang hati membawa kegembiraan tiada tara
Langit mempunyai tamu Dewa dan Malaikat
Dunia mempunyai rumah besusila

Menggugah manusia jangan punya hati yang berbeda
Baik sejati dan palsu semuanya diketahui dengan jelas
Segala Ajaran akan kembali ke Satu Pokok
Dosa dari memfitnah akan ditanggung diri sendiri

Hidup di dunia bagaikan orang yang setengah sadar
Tidak ada waktu yang senggang-senggang maka sukar sekali mendapat hidup bebas
Sudah tahu Malaikat datang bagaikan kilat
Dulu tidak mau membina menjadi Dewa, menyesal tiada guna

Sesudah menyembah kehadapan TUHAN YME , Pandita Tan membawa saya datang ke tempat pembinaan dan penggemblengan umat sedharma yang kembali ke Nirwana. 

Pandita Tan mengatakan :" Umat yang bervegetarian dengan umat yang belum, ruangan pembinaan dan penggemblengan berbeda." Umat yang bervegetarian, membina diri serta memupuk kebaikan, maka sekembali ke Nirwana, terlebih dahulu tiba di suatu tempat untuk besemedi. Membina dan menggembleng roh sucinya supaya terang cemerlang. Sesudah roh sucinya sudah pulih seperti semula ( sangat terang ) ataupun seseorang sudah bisa meresapi dan belajar Hakekat Nirwana ( Dharma ) atau Jalan KeTuhanan , maka akan diangkat menjadi Dewa atau Budha. Selamanya bebas tiada keterikatan lagi.

Umat yang belum bervegetarian setelah kembali ke Nirwana, dikarenakan belum memutuskan makanan dagingdan ikan, otomatis akan kurang sekali hawa positif dan hati welas asih. Maka perlu sekali dibina dan digembleng suatu saat di sebuah ruangan khusus. Sesudah hatinya tenang dan jernih baru masuk ke ruangan bersemedi membina dan menggembleng roh sucinya supaya terang dan cemerlang.

Maka diharapkan yang membina Jalan KeTuhanan di dunia ini, jikalau situasi dan kondisinya mengijinkan harus cepat-cepat berikrar vegetarian supaya sesudah kembali tidak perlu membina dan menggembleng lagi, supaya bisa memulihkan hati welas asih dan hawa positif ! Tempat penggemblengan di sini ada yang membina 5 tahun, ada yang 10 tahun belum tentu bersih, maka betul-betul mengecewakan sendiri di masa depan.

Saya melihat ruangan pembinaan dan penggemblengan ini seperti layaknya sebuah kota kecil dan kampung yang terdapat di dunia. Di sana dibagi dengan kelompok-kelompok tertentu . Setiap ruangan ini segala urusannya banyak sekali, apalagi sekarang jaman Stadium ketiga atau disebut masa Penyelamatan Umum, menurunkan Jalan KeTuhanan pun dikatakan penyaringan besar-besaran. Namanya memang banyak sekali seperti ruangan menenangkan hawa, ruangan upacara, bersembah, bersemadi, membabarkan Dharma, penggemblengan ketenangan dan ruangan membaca paritta.

Umat yang semasa hidupnya dinodai nafsu-nafsu duniawi yaitu 7 Perangai dan 6 Nafsu, maka sepulang ke Nirwana, roh asalnya akan dibina dan digembleng supaya menjadi tenang kembali, sebab musabab adalah dari sini. Di masing-masing tempat pembinaan dan penggemblengannya tidak diperbolehkan keluar masuk melihat, supaya tidak menggangu konsentrasi yang membina dan menggembleng. Tapi ruangan dalam itu banyak sekali uamt-umat yang saya kenal semasa hidupnya. maka Dewa Pengawal itu membawa seorang umat berbincang-bincang kepada saya.

Kami berbicara banyak sekali, tetapi yang penting dalam pembicaraan kami adalah persoalan anak-anaknya supaya dapat cepat insaf. Kemudian sesudah saya kembali ke dunia (sadar) terus bertanya keadaan di rumahnya, ternyata apa yang dibicarakan sesuai dengan keadaan di rumahnya.



Jikalau dipikirkan, semuanya ini adalah berkat welas asih Pandita Tan dan Dewa Pengawal yang membawa salah seorang umat untuk berbicara dengan saya. Dengan demikian baru bisa memecahkan segala persoalannya. Dan sejak itu, kepercayaan hati saya pun bertambah teguh.

Di salah satu ruangan belajar, terlihat sangat tenang dan penuh disiplin. Ada pria dan wanita , tua dan muda bahkan anak kecil, tenang tegak tanpa ada suara.

Saya melihat seseorang yang berumur kira-kira 40 sampai 50 tahun sedang belajar tata cara kebaktian. Orang tersebut sedang belajar mengenai kebaktian menyatakan hormat datang ( Chan Cia ), tetapi masih belum mampu. Di dalam ruangan itu terdengar salah seorang nyonya yang ikut belajar mengatakan :" Uuh .... ( bernafas panjang ) !! Mohon Guru welas asih untuk memberikan kesempatan untuk beristirahat sebentar. Pinggang saya sudah hampir patah, pinggang saya sangat sakit dan tidak bisa berlutut lagi. Apakah boleh ?"

Guru yang mengajar tersebut langsung menjawab :" Tidak boleh, siapa suruh kamu tidak baik-baik untuk berkonsentrasi. Belajar sudah begitu lama, jikalau sudah baru diijinkan untuk istirahat ."

Di karenakan suasana yang penuh disiplin dan tertib, maka yang datang belajar harus waspada dan hati-hati, baru dapat berhasil dengan baik.

Di bagian yang lain ada juga belajar cara tata tertib bersembahyang dari awal sampai akhir. Jikalau ada salah seorang yang tidak berseragam, maka waktu belajar akan ditambah. Di ruangan ini terlihat berbagai keluhan dari mereka yang belajar dikarenakan merasa letih dan lelah. Namun Guru dengan penuh disiplin dan berwibawa tidak mengijinkan mereka untuk beristirahat sampai benar-benar menguasai pelajaran.

Melihat keadaan mereka yang penuh derita, membuat hati saya menjadi dingin ( ketakutan ) . Maka dari itu di dunia kita harus bersungguh hati belajar tata kebaktian. Jangan menunggu sampai kembali ke Nirwana baru belajar, maka penderitaan akan bertambah berat.

Pandita lalu membimbing saya untuk menuju ke ruangan lainnya dan mengatakan :" Nona Huang, di depan masih ada, pergilah melihat dan masuklah ke dalam !"

Sesampai di sana, dikarenakan semuanya kelihatan sangat aneh, maka saya terus masuk ke dalam ruangan yang ditunjukkan oleh Pandita Tan. Sebenarnya saya bukan hanya meneliti dan melihat, bahkan hendak mencari apakah ada umat yang saya kenal supaya bisa diajak bicara lagi.

Secara kebetulan waktu itu saya bertemu dengan kenalan saya, lalu saya mendekatinya dan bertanya :" Kenapa kamu bisa datang kemari ? Di sini ruangan apa ? Kamu berada di sini baik atau tidak ?"

Pada waktu itu juga datanglah Dewa Pengawal dengan sepasang tangan berdempetan ke arah saya dengan penuh wibawa tanpa berkata apapun. Saya melihatnya dan terus berdiri tegak di samping, sekejap saja Pandita Tan sudah datang dan tertawa pada saya dan berkata :" Tadi kamu sudah terburu-buru, memaksa saya pada saat lampu kuning ! Sekarang kamu berada di jalan yang berlampu merah, tunggu saya !" Saya tersenyum-senyum saja. Tangan dari Pandita Tan terus mengambil selembar kertas bukti, sesudah dikatakan oleh Dewa Penjaga itu cepat-cepat ia berlutut, hormat dengan kesusilaan. Dari sini dapat kita lihat, kesusilaan bukan saja menggabungkan tangan memberi hormat, kalau dibandingkan dengan kesusilaan di dunia maka jauh berbeda.

Sewaktu saya dan Pandita Tan masuk melalui pintu belakang ruang penguraian Hakekat dan mendengar Guru Dewa terus menguraikan Dharma . Penguraiannya sangat jelas sekali, kadang kala menguraikan sampai pertengahan, lalu bertanya di antara orang-orang yang mendengarkannya :" Kita sering mendengarkan, memohon Ajaran KeTuhanan, membina Ajaran KeTuhanan, sebenarnya maksud dari Ajaran KeTuhanan itu apa ? Mengapa seorang pembina Ajaran KeTuhanan harus memutuskan 7 Perangai dan 6 Nafsu ? Kenapa harus membina sari mani, hawa dan semangat, dikatakan 3 Mustika ! Apa yang dimaksud dengan Panca Budi ? Kenapa harus menjalankan kebajikan Panca Budi ini ?" dan banyak lagi pertanyaan.

Kalau menjawab benar, bagus sekali. Jikalau jawabannya salah atau tidak bisa menjawab, maka Dewa Pengawal membawanya keluar . Pada waktu itu saya terus bertanya :" Pandita Tan yang welas asih, mengapa harus membawa orang itu pergi ?" 

Pandita mengatakan :" Di karenakan dia tidak mempunyai derajat di sini, membina dan menggembleng, di dalam perkataan biasa dikatakan turun kelas ."

" Huh ! ..... sudah terlalu kejam dan ketat, dulu saya mengikuti ujian menyetir mobil dengan cara-cara melewati jalan, jikalau satu kali gagal maka ada satu kali lagi ! Di sekolah pun begitu juga, jika nilai ujiannya tidak baik, ada kesempatan belajar dan mengulangi ujian lagi. Tidak terus turun kelas, demikianlah baru sesuai dengan kebenaran :" pinta saya 

Pandita Tan langsung mengatakan lagi :" Ha .. Ha ... ! Saya mengetahui hati kamu yang sangat baik sekali, tetapi persoalan ini kamu bandingkan dengan dunia, sudah sangat keliru besar, seperti ujian yang di sini kalau tidak sedikit bertindak tegas, kemungkinan mereka tidak takut, maka belajarnya tidak rajin atau tekun, otomatis mereka tidak mengerti Hakekat Kebenaran yang sebenarnya. Apalagi mereka adalah seorang pembina Jalan KeTuhanan , harus mengerti makna dan artinya Jalan KeTuhanan ! Kalau tidak bisa, membedakan dan baik-baik menjaga badan ini, kadang-kadang bisa diketahui oleh diri sendiri, maka sangat sedih sekali ! Maka di sini berdisiplin sekali, jawab salah sudah tidak boleh ikut lagi !"

Saya terus bertanya lagi :" Terpaksa harus dikurung di ruangan yang rapat, sebab rohnya masih belum bersih maka harus dikurung di suatu tempat supaya dia tidak tersentuh diluaran. Lama kelamaan hatinya tentu bisa kosong ." Maka dikatakan, kita waktu di dunia bukan saja hati sering harus tenang dan kosong, malahan makna dari Jalan KeTuhanan dan Hakekat KeTuhanan harus dimengerti dengan sejelas-jelasnya. Jikalau hati tidak kosong dan tenang, datang ke sini akan banyak kegelisahan, banyak berpikir dan bagaikan mimpi, belajarpun tidak bisa, kearifannya tidak bisa terbuka atau terpancar keluar, dengan sendirinya belajar begitu lamapun tidak bisa berkontak hati.

Hakekat KeTuhanan pun begitu juga, di dunia tidak mengerti, harus sering dekat dan bertanya kepada yang lebih senior, mohon yang senior welas asih memberikan petunjuk belajar Hakekat KeTuhanan, atau sendiri belajar giat, jangan sampai menunggu pulang ke Nirwana baru belajar. Jikalau belajarnya belum bisa, maka terpaksa harus membina dan menggembleng, yang sangat menderita sekali sesudah pulang baru belajar. Bukan saja susah dibandingkan di dunia, malahan jangka waktunya pun sangat lama. Di alam Nirwana membina dan menggembleng, jangka waktunya harus 10 tahun, tapi kalau di dunia kita giat dan tekun belajar dan menggembleng maka waktunya cukup 1 tahun saja !

Saya juga melihat mereka belajar cara membuat obat, tempat belajar itu sama dengan sekolah di waktu ujian. Ada seorang guru menceritakan supaya yang belajar di sana meresapi dan memikirkan, di podium itu diletakkan sebuah kristal lalu guru berkata :" Obat ini harus begini meramunya, sesudah itu terus begini, lalu ......  ! Dikarenakan saya tidak berminat dalam pengobatan maka saya kurang mengerti. Tidak lama kemudian tiba-tiba saya melihat di depan saya ada suatu tempat yang tidak jauh dari saya, di sana banyak terdapat bunga-bunga yang aneh dan rerumputan berwarna hijau seperti pohon bambu. 

Saya menghampiri tempat itu dan menikmati pemandangan yang indah itu. Mengharapkan dan memerintahkan hati manusia jangan terikat lagi, jikalau semangatnya bisa harmonis, maka semuanya akan lancar dan gembira.


Pandita sangat welas asih, hendak mengajak saya ke Istana Bodhisatva Avalokitesvara ( Dewi Kwan Im ) . Memang letaknya jauh dari tempat membina dan menggembleng , tapi saya memakai baju dan sepatu Dewa, rasanya sangat ringan sekali, bagiakan terbang, jalanpun begitu cepat sekali, bagaikan terbang, jalanpun begitu cepat sekali. Sangat disayangkan saya tidak bisa mengerti apa sebabnya bisa begitu ringan. 

Di waktu saya sedang menilik dan melihat kesinaran itu , tiba-tiba Pandita mengatakan :" Kamu tadi di ruangan pembinaan dan penggemblengan , berbicara dengan seorang umat, kamu harus mempercayainya !"

Pada waktu itu saya masih ragu-ragu dan berpikir di dalam hati :" Apakah betul atau tidak ?" Umat itu memberitahukan kepada saya bahwa dia (umat) sering memarahi anaknya di dalam pembinaan dan penggemblengan ini. Semula anaknya itu sangat tulus melaksanakan Jalan KeTuhanan, dikarenakan pengaruh waktu dan juga lingkungan maka semangatnya lama kelamaan menjadi pudar. Sesudah meninggal dia sangat menyesal sekali . Ini dikatakan ibu dan anak mempunyai satu hati. Tidak lama kemudian, anaknya mengidap penyakit jantung, setiap hari gelisah tanpa ada kegembiraan . Semua persoalan ini dikatakan oleh dia mengharapkan supaya saya pulang ke dunia, bisa memberitahukan kepada anaknya. Saya dengan ragu-ragu bertanya kepada Pandita :" Mungkin persoalannya bukan demikian ." Saya melihatnya sangat tenang dan penuh kegembiraan.


Pandita terus mengatakan :" Kita tidak perlu berdebat, setelah kamu pulang lalu bertanya kepada anaknya, semua persoalan akan dimengerti dengan jelas !"

Lalu saya menjawab :" Baiklah ! " Sesudah pulang kembali ke dunia, saya bertanya kepada anaknya tentang persoalan ini. Anaknya mengatakan :" Saya sebenarnya tulus dan sekuat tenaga membina KeTuhanan ( TAO ) , tapi yang saya dapatkan hanyalah celaan dan fitnahan. Mereka semuanya tidak percaya, maka sampai sekarang ini hati saya menjadi dingin (hambar) ."

Saya terus mengatakan :" Anda bisa berpikir demikian, menandakan tekad anda masih kokoh, kalau anda sepenuh hati untuk menjalankan Hakekat Kebenaran mungkin penyakit anda bisa sembuh ."

Sesudah berpisah beberapa hari anaknya sangat gembira dan datang menjengguk saya, sambil mengatakan bahwa penyakit jantungnya sudah sembuh, hatipun merasa senang dan bahagia, sesudah mendengar perkataannya , saya baru percaya 100% dan mengatakan :" Saya memberitahukan kepadamu tidak salah bukan ! Ibumu di ruangan pembinaan dan penggemblengan terus memarahi kamu. Beliau hanya mengandalkan anda seorang untuk benar-benar membina KeTuhanan supaya beliau bisa terselamatkan."

Dari hal itu dapat kita lihat, maju dalam pembinaan atau tidak, semuanya akan terasa tapi persoalan ini semuanya tidak bisa di lihat oleh panca indera kita.


5 Wanita yang berbakti adalah Kwan Im yang akan datang.
Tidak membina akan diberi penjelasan dan petunjuk oleh Budha.

Sangat gembira bisa ke tepi kolam melihat bunga teratai
Hati bersih dan jernih mendapatkan banyak kesempatan
Orang membina KeTuhanan di waktu dahulu kala sekarang di mana ?
Kebanyakan berada di Alam Nirwana menikmati kesenangan

Gunung yang hijau, air jernih selalu mengalir
Banyak sekali laki-laki dan wanita yang sudah berambut putih
Di waktu muda belajar KeTuhanan tidak takut pada celaan
Di masa depan akan selamanya hidup bahagia di alam tak berwujud
Hanya menggelisahkan moral kebajikan, tidak menggelisahkan kemiskinan

Yen Hui tetap dikenang orang dari dulu hingga sekarang
Sawah dari hati kita harus giat dan rajin dikerjakan
Roh Suci mempunyai tempat yang sangat berharga dan cepat mendapatkan hasilnya


Sesudah Pandita Tan dan saya keluar, dari sana terus menuju ke tempat Kwan Im Phu Sa. Tidak lama sesudah sampai di istana rasanya ingin sekali melihat keadaannya. Dan pada waktu itu 2 orang anak kecil ( Cin Tong Ik Ni ) keluar menyambut kami, mereka menuju ke depan Pandita Tan dan hormat bersujud di hadapan Pandita Tan. Pandita segera memapah mereka bangun, mereka berempat bersama-sama berjalan masuk ke dalam pintu pertama, di dalamnya tidak ada satu orang pun yang menjaga. Menuju ke tempat yang lain, merasakan hawanya sangat wangi sekali, memang sangat tenang sekali. Empat orang itu sesudah sampai di pertengahan tiba-tiba pintunya terbuka, saya merasa kaget dikarenakan di dalam ruangan itu banyak sekali kaum wanita, ada yang bersamadi dan menenangkan pikiran dan ada yang membaca kitab dan lainnya.

" Wah ! Kok banyak kaum wanitanya ? Pada saat itu saya sudah terkejut dan bingung sambil tangan menunjuk-nunjuk. Pandita Tan melihat saya begitu sibuk dengan mengatakan :" Kenapa kamu tidak mempunyai kesopanan, kok dengan tangan sembarangan menunjuk orang !" Saya tahu kurang sopan, dengan cepat mengatakan :" Mohon Pandita jangan menyalahkan. Pada saat ini saya merasa kacau, sebenarnya saya hanya mencari apakah ada kenalan saya atau tidak ?"

Pandita tidak mengatakan lagi, dengan cepat menyembah dan berlutut menyatakan hormat datang, pada waktu itu saya tidak berlutut, hanya berpikir mencari orang yang dikenal untuk diajak bicara. Pandita Tan melihat saya berdiri tanpa ada gerakan lalu Pandita mengatakan :" Nona Huang, cepat berlutut dan menyembah ! Hmm ... mau menyembah ya ?" jawabku. Tetapi saya tidak tahu bagaimana cara menyembah, dengan tangan digabungkan ? atau dengan menganggukkan kepala ?"

Pandita Tan sudah mengetahui saya kebingungan lalu mengatakan :" Ai .... ya ! Kamu tinggal di vihara begitu lama, Bodhisatva Avalokitesvara ( Dewi Kwan Im ) pun kamu tidak menyatkaan hormat datang !"

Sesudah mendengarnya saya merasa sangat malu sekali dan berkata :" Betul ! Kenapa Dewi Kwan Im yang berada di depan saya, saya tidak menyembahNya ? Dengan cepat-cepat berlutut menyatakan datang diri ."

Sesudah menyembah, saya terus bertanya :" Pandita yang welas asih ! Kenapa di sini banyak sekali kaum wanitanya ? Mereka sedang apa ? "

Pandita Tan dengan welas asih mengatakan :" Tiga Peraturan dan Empat Budi adalah jalan bagi kaum wanita dan harus dihormati bahkan harus dilaksanakan. Tapi yang paling penting adalah harus suci dan menjalankan bakti. Jikalau wanita bisa menaati kesucian dan bakti selamanya ( ada awal dan akhir ) sesudah pulang ke Alam Nirwana atas kewelas asihan Dewi Kwan Im , semuanya dibina dan digembleng di tempat ini . Sesudah berhasil maka Kwan Im Phu Sa menyuruh mereka menjaga masing-masing kelenteng sebagai kewajibannya, tentang urusan dari Kwan Im Phu Sa , percaya ! Kamu sudah merasa ragu-ragu, mengapa di sana ada Dewi Kwan Im, di situ ada juga semuanya disembah juga, sebenarnya sebabnya sudah diceritakan ! Semuanya sudah demikian, melihat semuanya pun serupa dan sangat cantik sekali, jikalau wanita di dunia, dibandingkan dengan mereka maka jauh berbeda sekali, Pandita mengatakan :" Mereka sudah memutuskan 7 Perangai dan 6 Nafsu dengan sebersih-bersihnya tentu saja berbeda dengan wanita yang berada di dunia, jauh bedanya bagaikan langit dengan bumi !"

Dua orang sesudah berbicara terus menuju ke belakang melihat pagarnya dan terlihat pula lantainya berkilat-kilat dan bersinar-sinar.

Pikir dalam hati, semuanya ini pasti dibuat dari emas dan giok, sesudah masuk ke ruangan itu, wah ! Kenapa Kwan Im Phu Sa begitu banyak ? Saya beberapa kali berkata demikian .

Kwan Im Phu Sa berubah badan yang banyak memenuhi ruangan itu bahkan badannya semua bersinar-sinar dan tidak bisa dipandang terus menerus bahkan mata kita tak bisa terbuka, ini suatu tanda keberuntungan saya !

Melihat Pandita Tan sudah berlutut menyatakan hormat, langsung saya ikut menyatakan hormat.

Namun tiba-tiba terpikir olehku, " Eehh ! Tidak benar ! Mana boleh dengan Pandita berlutut bersama ." Dengan segera berdiri dan mundur beberapa langkah dan tak lama kemudian baru berlutut. Pada waktu itu meskipun sudah berlutut tapi saya belum menyembah, lalu saya berpikir ," sebenarnya di antara sekian banyak Kwan Im Phu Sa, manakah yang sejati ?" 

Sedang asik mengamati, dengan tiba-tiba dan cepat Kwan Im Phu Sa berubah dan menyatukan satu persatu badannya menjadi satu raga, semua sinarnya pun kembali seperti semula,sepasang tanganNya bergabung dan menampilkan bentuk seperti bersamadi. Pada waktu itu mata saya bisa melihat dengan terang dan tidak silau lagi, wajah dari Sang Kwan Im Phu Sa yang penuh welas asih.

Pandita Tan sesudah berlutut menandakan datang diri, terus berjalan mendekati Kwan Im Phu Sa dan berbicara. Pada waktu itu hatiku memikirkan " Kwan Im Phu Sa dengan Pandita Tan pasti berbicara mengenai diri saya, kalau tidak mengapa saya dibawa ke tempat ini ?"

Di dalam hati saya mengira pasti demikian, terus dengan teliti mencoba mendengar pembicataan mereka, sangat jelas di dengar tapi saya sama sekali tidak mengerti artinya. Sungguh mengherankan ? Apa yang sedang mereka bicarakan ? Kok satu katapun tidak saya mengerti ? Dulu saya mengikuti Pandita Tan melaksanakan Ajaran KeTuhanan boleh dikatakan lama juga , mengapa sampai hari ini, beliau berbicara saya tidak mengerti ? Pikir dalam hati lagi.

Sesudah selesai pembicaraan mereka, Pandita Tan turun dari mimbar terus bersujud menandakan mohon diri dan bersama anak Dewa itu meninggalkan ruangan itu, saya dengan tergesa-gesa berkata :" Saya ! Pandita ...... Saya ! Hati saya sangat risau, tetapi saya masih tetap berlutut tidak berani berdiri, ini adalah untuk mentaati Peraturan Kesusilaan.

Kemudian Pandita Tan mengatakan , kamu di sini tunggu sebentar dan dengar petunjuk dari Sang Bodhisatva yang welas asih ! Saya mendengarkan hati saya merasakan susah sekali, hampir air mata saya menetes. Mengapa saya ditinggalkan sndirian di sini ? Sang Bodhisatva pasti memarahi saya, kalu tidak mana mungkin memberitahukan mereka meninggalkan saya sendirian. Pikir dalam hati ," Meskipun sudah lima enam menit saya berlutut, tapi Sang Bodhisatva tetap tak berbicara, hanya terus menatap saya, saya terus menganggukkan kepala dan memberanikan diri memandang Sang Bodhisatva Avalokitesvara.

Saya sangat malu sekali dan menundukkan kepala, tangan dan kaki saya terus gemetaran tiada henti-hentinya. LAO MU ketika melihat saya ketakutan masih menampkkan senyum kepada saya, ini menandakan suatu cinta kasih. Tapi Sang Bodhisatva tidak menampakkan senyum sedikitpun malahan terus memandang saya dengan begitu berwibawa, hati ini rasanya sangat risau.

Kemudian Sang Bodhisatva mulai berbicara , sewaktu berbicara beliau terlebih dahulu membicarakan persoalan saya, beliau terlebih dahulu menguraikan beberapa Hakekat KeTuhanan ( Dharma Sejati ) . Selanjutnya Beliau bertanya kepada saya :" Sewaktu kamu berada di dunia, demi apakah kamu mengorbankan nyawa untuk mendapatkan uang ?" Beliau melihat saya tidak menjawab, lalu meneruskan pertanyaan lagi. " Dikarenakan persoalan demi kesusahan kawan ?"Saya menjawab tidak !"

Beliau bertanya lagi :" Kalau begitu demi kalangan KeTuhanan ?" Saya menjawab tidak ! Beliau terus bertanya lagi " Juga tidak ! Hmmm ! Kalau begitu mencari uang untuk menghormati dan berbakti kepada orang tua ?" Sang Bodhisatva menerka begitu banyak , tapi saya tetap menjawab bukan.

Kemudian Beliau bertanya lagi :" Semuanya tidak ! Sekarang Saya tanya kamu, kalau kamu bisa mendapatkan uang sepuluh juta dollar, kelak nanti apakah uang itu bersedia dibawa kemari ?" Pada waktu itu saya tidak dapat mengeluarkan satu katapun hanya diam saja dan tidak berani menjawabnya.


Saya sebenarnya tahu, jikalau mempunyai uang sepuluh juta dollar bisa membawanya kemari pun tiada gunanya, memikirkan untuk minum melepaskan dahaga pun tidak ada. Kemudian Beliau berkata :" Kalian semuanya setelah turun ke dunia masing-masing mempunyai kewajiban untuk mengabdi bukan hanya menyuruh kamu mengisi perut saja, menyia-nyiakan beras putih saja, bahkan membuang-buang waktu begitu saja !

Saya mendengarnya sangat malu sekali. Beliau berkata lagi :" Kewajiban pengabdian masing-masing kecuali ada persoalan lain kalau tidak harus dilaksanakan sepenuhnya, hari ini meskipun kewajiban sudah tiba, tapi kamu belum menyelesaikannya , malah terus menyia-nyiakan waktu saja. Serakah dan cinta kepada uang dan emas, beritahukan kepada Saya, dengan apa kamu menyampaikannya nanti !"

Saya mendengarnya sangat sedih sekali, kepalaku terus menunduk malu, lalu Beliau meneruskan perkataan lagi ," Baik ! Kamu menyia-nyiakan waktu, kamu mementingkan duniawi dan meninggalkan persoalan KeTuhanan, saya dapat menghukummu dengan peraturan-peraturan Budha ! " Tentang perkataan ini saya mendengarnya sangat jelas sekali, pada waktu yang singkat ini kesabaran tidak bisa ditahan lagi dan meneteslah air mata, berderai derai dengan suara kuat menangis tersedu-sedu , " Tidak memberi kesempatan lagi berbicarapun tidak memberi kesempatan kepada saya pulang kembali, Hu .... Hu ... !"

Sang Dewi berkata lagi :" Di dunia sangat senang dan bahagia sekali bukan ? " Saya hanya terus menangis tidak dengan sepenuh hati mendengarnya . Beliau berkata lagi :" Baiklah ! Saya membawa kamu melihat-lihat keadaan di dunia dan neraka, supaya kamu bisa betul-betul bangun dari mimpi dan sadar ."


6 Di Alam Nirwana terdapat Dewa yang misterius 
Menangkap bayangan dan menangkap suara pun bisa .



Sehati membaca paritta serta setulus bersamadi
Manusia awam bisa sadar akan terbebas dari jodoh dunia
Penjelmaan Sang Budha Ci Kung untuk menyebarkan Dharma dan menolong
Bapak Guru Agung dan Ibu Guru Suci pun datang menyebarkan Bahtera Suci
Budha Ci Kung terus mengeluarkan suara dan bernyanyi tentang TAO
Menyanyi di dalam mulut, di dalam hati sangat susah
Sangat disayangkan manusia yang berada di dunia ini sudah mabuk-mabukkan
Sesat akan kampung halaman dan melihat dunia ini adalah kampung halamannya

Di Lembah gunung menggembleng dan membina tidak merasa heran
Di tempat yang ramai (kota) membina yang sejati baru dikatakan aneh
Dengan secara diam-diam mencabut rumput memang baik sekali
Lebih baik membina maju pada kehidupan sekarang ini


Saya tidak membawa apa-apa , dan tangan saya hanya menutupi badan, diwaktu menghapus air mata hanya melihat Sang Dewi berdiri tegak. Di dalam hati saya mempunyai satu niat dan memikirkan ada orang mengatakan, Sang Dewi menjelma kakinya tidak memakai sandal atau sepatu, sebenarnya itu betul atau tidak ?"

Dengan tenang menghapus air mata dan melihat ke arah kaki Beliau , " Hah ! Betul-betul tidak memakai sandal atau sepatu !"

Sang Dewi sudah mengetahui apa yang sedang saya pikirkan dan Beliau tertawa serta dengan ramah mengatakan :" Seorang perempuan yang baik dan aneh, betul-betul sangat bandel ."

Sesudah habis ucapan itu Beliau berkata lagi :" Menangis tetap menangis, tapi masih bisa merenung, kamu hanya setulus hati tanpa ada niat sampingan, Sayapun tidak menyalahkan kamu !" 

Saya terus berpikir :" Sebenarnya begitulah ! Orang mengatakan kaki Beliau tidak memakai apa-apa, hari ini mempunyai kesempatan, mana boleh tidak melihatnya dengan jelas !"

Sekarang kalau dipikirkan lagi, pada waktu itu segala tindak tanduk saya, betul betul bisa ditertawai dan dikatakan bahwa saya betul-betul bodoh. 

Tak lama kemudian saya bersama Beliau masu ke suatu bangunan seperti rumah. Rumah itu bagaikan di sebelah ruangan istana, yang bergambar naga yang sangat besar. Di lantai dan dindingnya tidak mempunyai barang apapun, kemudian Beliau berkata :" Kamu siap-siap dan baik-baik untuk melihatnya !"

Hati saya memikirkan " Hei ! Kosong, suruh saya melihat apa ?"

Beliau menggunakan tangan menunjuk ke salah satu tiang naga itu dan tiba-tiba tiang naga itu mengeluarkan bayangan persis di dunia. Beliau menjelaskan :" Ini adalah dunia yang dilanda gempa yang sangat dahsyat. Ini adalah peperangan yang penuh dengan kekejaman. Ini bagaikan orang-orang yang hanyut di telan ombak. Ini adalah pembunuhan yang besar-besaran . Ini adalah sekelompok orang yang cacat . Ini adalah kekejaman dari wabah penyakit menular dan menyebar ke semua tempat. Ini adalah ...... ! dan sebagainya ,,, masih banyak lagi ."

Saya melihat bayangan itu, meskipun sangat takut sekali, tapi hati saya masih tidak percaya, di dunia tidak seram seperti itu ! Beliau mengetahui isi hati saya lalu mengatakan :" Kamu melihat (membaca) surat kabar bagaikan melihat yang palsu, ya ! Sebenarnya Saya hanya memperlihatkan kepada kamu situasi yang mudah dan sederhana, dibandingkan dengan yang lain , yang lebih seram pun ada dan sangat banyak di dunia ini adalah tempat perpaduan antara kesenangan dan kesusahan. Kesusahan bagaikan di Neraka dan kesenangan bagaikan di Surga . Tapi siapakah yang bisa memastikan dan membuktikan kesenangan selamanya ? Apalagi kesenangan palsu yang di dunia ini kebanyakan membuat bertambahnya dosa." Lebih lanjut Dewi Kwan Im menjelaskan, " Manusia harus mempunyai pengertian yang dalam dan terbebas seperti pemikiran Para Budha dan Dewa, tekad dari Para Nabi, jangan hanya di mata saja, serakah pada duniawi, tentu tidak akan rela berkorban. Tapi menjadi manusia bukan begitu caranya dan itu merupakan jalan sesat. Contohnya ; Masa sekarang kamu bisa membina diri dan berbuat kebajikan, apakah bisa membuktikan dan melindungi kelahiran yang akan datang bahwa kamu bisa membina dan membuat kebajikan lagi ? Kehendak dari nafsu manusia memang sangat menakutkan sekali, siapa bisa mengetahui pada waktu itu saya berbuat dosa dan terjerumus ke dalam tumimbal lahir terlahir sebagai seekor binatang atau yang lain sebagainya.

Sesudah itu Beliau menunjuk ke tiang naga yang lainnya, tiang naga tersebut berubah menjadi bayangan di neraka, seperti mencongkel mata, mengiris kulit dan mengorek hati, membakar tangan, membelah usus dan lain-lain. Hampir beberapa kali saya mau muntah melihatnya, dengan cepat membalikkan badan, hati saya sangat takut dan ngeri, seram.

Beliau mengatakan :' Bukan kamu saja yang ngeri melihatnya, bahkan Dewa dan Malaikat pun ketakutan , maka seorang pembina Ajaran KeTuhanan jangan serakah pada hal duniawi. Jikalau manusia mengalami beberapa tumimbal lahir, maka tidak akan luput dari perputaran di neraka menjadi iblis dan setan !"

Beliau sudah terlalu berwelas asih dan mengatakan yang paling diharapkan dan disayangkan adalah orang yang membina Ajaran KeTuhanan. Tidak lama kemudian saya melihat pintu lain terbuka, dengan cepat berlalu masuk melihat-lihat , sewaktu saya berada di muka pintu, tiba-tiba sebuah tenaga yang kuat menarik saya mundur kembali ke belakang dan tepat ke depan beliau. 

Saya tahu ini adalah kesaktian dari Beliau, lalu saya bertanya :" Di sana tidak boleh masuk ya ? " Beliau menjawab :" Ya ! Di sana adalah empat pendengaran suara antara dunia dan neraka , tidak boleh sembarangan masuk !"

Di dalam hati saya berpikir :" Hei ... ! dunia dan neraka sangat jauh dari sini, mana bisa kedengaran dari sini ?" Beliau lalu tertawa dan mengatakan :" Meskipun kamu berada di jaman teknologi yang berkembang pesat, seperti acara TV di Taipeh , siarannya bisa memancar. Dunia ini begitu kecil, manusia bisa membuatnya apalagi Budha, Dewa , Nabi dan Malaikat ?"

Beliau lalu memberi petunjuk , baru saya memikirkannya, sebab adanya gelombang-gelombang suara yang memancar, maka dari itu orang saleh atau budiman dahulu kala mengatakan :" Sangat betul sekali perkataan dari manusia di dunia, di langit mendengarkan bagaikan petir, meskipun manusia berada di dunia seperti berada di kamar saja, apa yang diucapkan, biar sangat kecil suaranya disini pun bisa mendengarnya sangat jelas sekali, terutama yang memarahi, membenci, memaki dan sebagainya, maka suara itu seperti petir yang begitu nyaring susah sekali mendengarnya.

Sesudah perjalanan pulang ke istana, dengan sangat teliti saya melihat sikap Beliau tapi tidak mempunyai cara untuk melihat dengan jelas, kaki Beliau seperti sangat kecil sekali , seluruh badanNya ditutupi baju yang sangat putih, terlihat bersih dan polos sekali, sangat nikmat sekali saya masih berada di belakang Beliau, menikmati sikap Beliau timbullah niat saya, maka badan Beliau memancarkan sinar yang keras dan terang sekali, otomatis kedua mata saya tertutup karena silau bila melihatNya.

Saya sangat ingat sekali, badan dari Beliau sangat terang sekali, apalagi di bagian kepala. Saya percaya kalianpun mengetahui bahwa sinar yang terang seperti emas itu ada hubungannya dengan Pintu Suci kita.


7  Menikmati buah yang manis dan hati yang sangat tenang.


Budha tidak memakai Dewa Penyapu
Lembah malaikat tidak akan mati, menyimpan yang mujizat
Boleh di sebut TAO, boleh disebut nama, tapi bukan sejati
Lima ribu kata dalam Kitab Tao Tek belum sepenuhnya

Cepat-cepat menyembah Guru Sejati, duluan pulang ke asal semula

Ingin bertemu dengan Budha harus di Gunung Ling San ( Pintu Suci )

Terlolos dan terhindar dari lima skhanda ( lima kelompok kegemaran ) bukti masuk ke Nirwana

Tripitaka dan Budha bukan gampang diresapi
Cepat memohon Guru Sejati menunjuk Pintu Suci yang mujizat

Vihara adalah tempat untuk menguraikan Ajaran Suci seperti ; welas asih, kebenaran, kesusilaan, kearifan, Dharma hati bukan persoalan mudah

Kitab Thay Hak, Kitab Tiong Yong meskipun mujizat tidak melalui Guru Sejati sukar mengerti Tao nya

Sewaktu sampai di pintu istana, Beliau berpesan kepada saya , agar menunggu Beliau sebentar. Saya terus berjalan menuju ke depan, sesudah sampai pada pintu istana, dengan langkah yang pelan masuk dan terlihat di depan istana itu tertanam dua pohon yang ajaib. Bentuk dari buahnya seperti buah pear yang ada di dunia, persis tapi warna dari buah itu sangat jelas dan terang, yang merah semuanya berwarna merah, yang kuning semuanya berwarna kuning, yang putih semuanya berwarna putih tidak ada satu pohon itu mempunyai buah yang punya 2 warna, sekarang kalau dipikirkan mungkin adalah bentuk perubahan dan kemujizatan dari Beliau. Kalau tidak, kenapa saya pertama kali masuk tidak menemukannya dan tidak kelihatan ?

Saya melihat beberapa buha-buahan itu sangat jelas begitu aneh dan ajaib, hati meskipun sangat senang dan suka tapi tidak berani mengulurkan tangan untuk memetiknya, hanya berdiri dan melihatnya saja, buah-buahan yang cantik dan bagus, mengapa satu titikpun tidak serupa dengan buah li ( Shien Tho ) . Percaya pasti sedap kalau dimakan, satu niat baru timbul atau terpikir, dengan tiba-tiba keluar perkataan ," Jika senang dan suka boleh memetik beberapa buah untuk melegakan rasa haus !"

Saya sewaktu mendengarnya sangat senang sekali, dengan cepat memetik sebuah, dengan perlahan lahan memakannya, " Wah ... begitu nikmat , sari pati buah mengalir kemana maka akan terasa segar , Hmm ! Pandita Ong dan Pandita Lim , sekarang badan tidak begitu sehat, kalau begitu akan kubawa beberapa buah kepada mereka untuk menikmatinya !" Tapi saya sungguh sangat bodoh sesampai di sana tidak berkata dengan jelas, apakah boleh meminta buah itu memohon kepada Beliau supaya diberikan, tapi hanya dengan diam-diam mengambilnya, saya melihat yang paling besar dan paling cantik dua buha, dengan cepat memetiknya , lalu kumasukkan ke dalam kantong baju saya, saya pura-pura tidak tahu, berjalan kesana kemari, tapi kalau hendak menutupi mata Budha , sangat mustahil sekali, lalu Beliau keluar dari istana dan mengatakan :" Nona ! Buah Dewa yang ada di saku bajumu harus cepat dikeluarkan ! Buah itu hanya untuk dimakan di sini tidak boleh dibawa pulang ke dunia !"

Belum selesai perkataan Beliau tapi keringat dingin saya sudah keluar, ehh ! Di waktu saya memetik buah itu, Beliau masih berada di dalam istana, kenapa sekarang Beliau bisa tahu dengan jelas ? Beliau berkata lagi, " Jikalau kamu bukan mempunyai maksud dengan hormat dan sayang kepada Guru, hari ini Saya bisa menghukum kamu ! " Muka saya sangat merah, malunya tidak berani mengangkat kepala untuk melihat Beliau lagi. Berpikir hendak membawa beberapa buah untuk dibawa pulang ke dunia harus meminta ijin dan memohon supaya diberikan, mana boleh dengan diam-diam membawa pulang !"

Tidak lama kemudian Beliau memberikan petunjuk dan hendak membawa saya pulang ke dunia, sewaktu mendengarNya hendak pergi yaitu ke dunia, di dalam hati terus memikirkan ? Huh ! di dunia mana sedap dilihat ! Saya tidak berpikir mau pulang ke dunia lagi, kalau tidak, tinggal di istana ini bertugas sebagai penyapu pun tidak masalah , lebih baik begini dan ini lebih bagus !"

Beliau mengetahui niat dari hati saya, dengan menggoyangkan tangan beliau dan berkata :" Di sini tidak kotor, maka tidak usaha menjadi penyapu ! Lalu saya mengatakan :" Aah ! di sini tidak perlu menyapu, yahh ! kelak saya pulang ke sini, apa yang bisa saya kerjakan ?"

Waktu di vihara pekerjaan saya adalah menyeduh teh, mengepel lantai, sebenarnya mengetahui bahwa di Alam Nirwana, kewajiban saya adalah ingin sebagai penyapu saja, mana tahu di Alam Nirwana tidak mempunyai kedudukan begitu maka saya sangat susah sekali tidak mempunyai rasa lagi hanya sedih mengikuti Beliau berjalan, sepintas jalan Beliau terus menggugah hati saya, antara lain Beliau mengatakan :" Kita sebagai seorang pembina Ajaran KeTuhanan hati ini harus kosong itu baru benar. Sebab kalau hati tidak kosong roh suci tidak bisa terang dan jernih, dan tentu saja tak bisa terang cemerlang.

Peribahasa mengatakan Nabi Kong Hu Cu tidak berani menyimpan dan menerima undangan untuk keesokan harinya ! Perkataan ini mengajarkan kepada kita agar hati harus tetap kosong, jangan demi persoalan kecil atau demi persoalan yang akan datang membuat hati menjadi susah dan gelisah !

Saya langsung menjawab :" Betul sekali, begini baru benar !"

Lalu Beliau menanggapi ucapan saya :" Ucapanmu sangat sedap sekali di dengar tapi kamu belum melaksanakannya, seperti pada hari ini kamu datang ke sini masih gelisah ini menandakan hati kamu belum kosong, belum tenang seperti Pandita Tan. Bisa menaiki awan dan embun. Dan mempunyai kesaktian yang dapat berubah-ubah , kamu bisa tidak ? Tentu saja tidak ! Di karenakan hati masih gelisah dan susah, dengan demikian kebaikan dan kebajikan dari hati suci sudah dihalangi tidak bisa ditembus lagi .

Pandita Tan dan Para Dewa bisa mempunyai kesaktianyang dapat berubah-ubah dikarenakan mereka membina dan menggembleng sampai tahap yang baik. Sesudah kamu pulang harus memberitahukan kepada semua orang, hati harus kosong baru bisa pulang ke Nirwana. Jika hati tidak kosong , maka seperti balon gas yang membawa air tidak bisa terbang, otomatis masuk ke Neraka, sukar sekali dilintaskan, apalagi yang menjadi orang tua harus memperhatikan tentang persoalan ini, jikalau anaknya baik pria maupun wanita bila sudah menikah, sudah mempunyai tenaga berdikari (mandiri) maka harus satu hati membina dan melaksanakan, jangan demi persoalan kecil lalu memusingkan dan menggelisahkan hati lagi. Hanya persoalan lahir dan mati adalah persoalan yang besar ! Beliau terus berjalan menguraikan Hakekat kepada saya dengan sangat jelas dan terperinci sekali dan Beliau pun sangat sayang kepada orang yang membina Ajaran KeTuhanan di dunia ini.

Tak lama kemudian beliau berhenti dan menunjukkan sesuatu kepada saya dan Beliau berkata :" Coba kamu lihat di sana ! Hah ... di sana adalah Vihara Thien Lun sendiri, bukan ?" Begitu saya berpikir , tiba-tiba rasanya saya terjatuh dari awan yang sangat tinggi dan " Hai .... Satu suara dari saya maka badan saya sudah tergeletak di bawah tempat tidur saya, sangat salut dan ajaib sekali ."

TAMAT 

3 comments: