Thursday 15 October 2015

KITAB KELILING KASUS SEBAB AKIBAT BAB 14

BAB 14
Tanggal 04 – 06 – 2005

BUDDHA CI KUNG MENURUNKAN PETUNJUK SUCI :

Manusia di Dunia mati-mati-an mendapatkan uang, asalkan mendapatkan uang, tidak perduli uang haram pun berani didapatkan-nya, seperti uang haram yang di-dapat dengan mem-babi buta, tidak bisa di-nikmati lama tapi balasan-nya bagaikan bayangan yang mengikuti terus, yang dikhawatirkan kamu bisa mendapatkan tapi tidak bisa menikmati-nya, waspada-lah !

Buddha Ci Kung : Murid, mari pergi buat Buku.

( Begitu Buddha Ci Kung mengucapkan kata suci, roh Thung Sheng dikeluarkan seketika )

Thung Sheng : Murid memberi salam hormat pada Guru. Belakangan banyak berita mengenai Pengusaha rumah duka mengumpulkan nasi dan sayur habis sembahyangan untuk Orang mati, di-jual ke rumah makan untuk di-olah lagi, di-jual ke Orang-orang, bagaimana pandangan Guru terhadap masalah ini ?

Buddha Ci Kung : Ha … ha … ! Pertanyaan baik ! Kamu bisa mengamati situasi Masyarakat sekarang ini dan ditanyakan, menunjukkan hati kamu yang baik, kita berangkat dulu, sambil jalan sambil mengobrol.

( Saat itu Buddha Ci Kung mengibaskan kipas Buddha, muncul-lah naga emas, sinar emas ber-kemilau cemerlang, membuat Orang takjub dan segan. Guru dan Murid naik ke atas naga emas, naga terbang dengan cepat menuju ke tempat tujuan hari ini )

Buddha Ci Kung : Sebenarnya nasi dan sayur habis Sembahyang Orang mati, jika Anggota Keluarga tidak keberatan boleh diberikan pada babi. Jika ingin diberikan pada Orang makan, harus tanyakan pada Orang yang bersangkutan, jika mereka bersedia, tentu saja tidak ada masalah. Jika yang bersangkutan tidak bersedia, maka semua-nya harus di-buang, agar konsumen tidak ada unek-unek dalam hati.

Thung Sheng : Mohon tanya pada Guru, makanan habis Sembahyang pada Orang mati apa beda-nya dengan makanan Manusia biasa-nya ?

Buddha Ci Kung : Makanan Sembahyang untuk Orang mati, harus melihat yang bersangkutan semasa hidup di Dunia bagaimana budi pekerti-nya jadi Orang ? Bagaimana penjelasan-nya ?

Jika yang bersangkutan ada membina, Sembahyang-an itu hanya menunjukkan hati Bakti dari Anak Cucu-nya, juga tidak akan di-makan maka citra rasa makanan juga tidak berubah, tidak masalah jika diberikan kepada Manusia untuk di-makan.

Jika yang bersangkutan semasa hidup-nya tidak membina, di-tambah lagi semasa hidup melakukan sejumlah dosa kesalahan, maka rohani-nya akan berat dengan dosa, karena masih serakah pada makanan dan minuman semasa hidup, maka akan menyedot habis citra rasa makanan itu, sehingga makanan dan sayur akan berubah warna dan rusak, ini disebabkan Arwah banyak dosa, maka makanan-nya jangan di-makan lagi, karena dikhawatirkan merusak kesehatan.

Jika dosa Arwah agak ringan, maka bau wangi makanan akan diambil, kualitas makanan masih tetap baik, setelah di-Sembahyang masih boleh di-masak ulang untuk di-makan lagi.


Thung Sheng : Terimakasih atas penjelasan Guru. Pengelolah rumah duka belum mendapat persetujuan dari Pihak Keluarga, bertindak sesuka hati menjual makanan Sembahyang-an kepada rumah makan dengan harga murah, karena demi keuntungan banyak maka rumah makan menampung-nya, di-masak ulang dan di-jual lagi kepada Manusia, ke-dua jenis Orang itu telah melanggar kesalahan apa ? Akan menerima hukuman apa ? Untuk menghentikan tindakan yang tidak ber-perikemanusiaan.


Buddha Ci Kung : Pengelola rumah duka demi keuntungan, hampir semua-nya dikumpulkan lagi dan di-jual dengan harga murah, seperti bunga segar, nasi dan sayuran, minuman kaleng dan lain-lain, asalkan masih bisa di-pakai, rata-rata akan di-jual lagi dan di-pakai ulang, mendapatkan keuntungan dengan tidak ada Kebenaran. Hati nurani-nya sudah di-celakai, setelah meninggal akan mengalami siksaan [ hati-nya di-cabut keluar ], semasa hidup Keluarga-nya akan berantakan, lagi pula secara hukum, akan di-geledah oleh Polisi dan dipenjarakan, sudah pasti tidak akan luput.

( Saat Buddha Ci Kung bicara sama Murid-Nya, naga emas mendarat di tempat sepi, ada seorang Gelandangan ber-baring di sana, keadaan-nya sangat susah, di-bangun satu tenda reyot, di dalam-nya kacau balau, nyamuk berterbangan, bau busuk menusuk hidung. Begitu Buddha Ci Kung dan Thung Sheng maju ke depan, Thung Sheng men-cium bau busuk, ingin muntah, untung di-kasih pil [ penghilang bau ] oleh Buddha, setelah di-minum, agak baik-an )

Thung Sheng : Wow ! Sangat bau ! Di dalam-nya masih ada tinja dan air kencing, bagaimana bisa ditinggali Orang ?

Buddha Ci Kung : Orang itu lagi mabuk, tunggu Guru mengeluarkan rohani-nya untuk di-tanya.

( Buddha Ci Kung mengucapkan kata suci, roh Orang itu seketika dikeluarkan, memakai seragam Polisi, penampilan-nya gagah, kebalikan dari Orang itu, singkat-nya beda total )

Gelandangan : Siapa kalian ? Berani-nya masuk ke rumah Orang, lihat saya tangkap kalian.

Thung Sheng : Tindakan tidak jauh dari ucapan, saya adalah “Medium” dari Kuil Nan Thian Ce Sia, yang berada di samping saya adalah Buddha Ci Kung yang terkenal. Saya dan Buddha Ci Kung mendapat Titah Tuhan untuk membuat Buku [ KELILING KASUS SEBAB AKIBAT ], hari ini kemari untuk wawancara, merupakan keberuntungan kamu. Melihat kamu yang gagah, mengapa bisa jadi demikian ? Boleh-kah menceritakan kesalahan yang kamu lakukan, untuk sadarkan Manusia ?

Gelandangan : Sungguh memalukan. Saya adalah lulusan Sekolah Kepolisian, pada saat itu penuh semangat ingin memecahkan kasus, pada awal menjadi Petugas Polisi memberikan pelayanan, menjalankan dengan sungguh-sungguh apa ada-nya, dengan giat memeriksa kasus pelanggaran, sehingga naik pangkat menjadi Kepala Polisi, ber-turut-turut mendapatkan penghargaan, masa depan cemerlang.

Awal-nya saya bekerja dengan baik, masa depan yang gemilang, apa daya saya terpengaruh menggunakan narkoba, perlu uang untuk membeli narkoba, mulai memeras toko-toko, dan Pedagang asongan untuk setor uang. Lokasi yang jual produk khusus akan dikenakan biaya 100.000 yen setiap bulan, toko biasa menyetor 2.000 – 3.000 yen per bulan, jika ada yang tidak patuh, maka akan cari alasan untuk meng-geledah-nya, sehingga yang bersangkutan tidak bisa berjualan dengan lancar. Lagi pula juga dipersulit, jika ada yang belum lunasi hutang-nya, ditakuti dengan gaya preman yang membawa pistol. Demikian-lah perbuatan saya, juga memaksa Wanita-wanita untuk jual diri, ber-senang-senang.

Akhir-nya pada suatu hari semua-nya ter-bongkar, Orang mengetahui saya menggunakan narkoba, mendapatkan penghasilan dari perlindungan yang bertentangan dengan Hukum, sehingga di-periksa Polisi dan di-adili sesuai Hukum.

Karena ter-bukti ber-salah maka di-hukum selama 29 tahun, sekarang sudah tidak punya apa-apa lagi. Istri saya melihat saya di-penjara karena melakukan pelanggaran Hukum, meninggalkan saya dengan membawa Anak-anak, segala harta benda di rumah juga di-bawa pergi. Setelah saya selesai menjalani hukuman dan keluar dari penjara, begitu pulang ke rumah semua-nya sudah tidak ada, hati pedih dan kesal, tapi menyesal pun sudah terlambat.

Sekarang hanya bisa menjadi Gelandangan, mengemis untuk hidup, tinggal di tenda yang reot, buang air besar maupun kecil dilakukan di dalam, sehingga di dalam bau sekali, bicara sampai di sini sudah tidak bisa melanjutkan lagi, hu … hu … hu … .

Buddha Ci Kung : Kalau tahu akan begini, tidak akan dilakukan pada awal-nya, sebagai seorang Polisi yang mesti-nya melindungi Rakyat, hendak-nya memberikan contoh teladan, membasmi pengacau demi menciptakan ketentraman, bagaimana boleh melakukan hal yang bertentangan dengan Hukum ? Menyesal pun sudah terlambat, baik-baiklah ber-tobat.

( Saat itu Buddha Ci Kung mengibaskan kipas-Nya, mengembalikan roh Gelandangan, Guru dan Murid naik ke naga emas, naga emas terbang dengan cepat menuju Kuil Chiien Cen )

Buddha Ci Kung : Kuil Chiien Cen sudah sampai, roh Thung Sheng kembali ke badan, baik-lah, Saya pulang.

No comments:

Post a Comment