Thursday 15 October 2015

KITAB KELILING KASUS SEBAB AKIBAT BAB 17

BAB 17 
Tanggal 16 – 07 – 2005 

BUDDHA CI KUNG MENURUNKAN PETUNJUK SUCI : 

Para Bhiksu yang meninggalkan Keluarga untuk membina, ke atas memikul misi Buddha, ke bawah untuk menggugah hati Umat Manusia, hendak-nya ber-giat dengan baik dalam pembinaan, menegakkan diri untuk menggugah Orang, tapi sejumlah Orang yang tidak paham pembinaan hati, mengacaukan Aturan Vihara, melakukan perbuatan yang tidak ber-Kebajikan, bukan hanya merusak Aturan Suci Vihara, juga telah menanam karma buruk buat diri sendiri sehingga mendapat balasan buruk dalam tumimbal lahir, jika diri sendiri masih tidak tahu ber-tobat dengan sungguh-sungguh, masih terlena dan tidak sadar, maka sulit keluar dari derita. 

( Saat itu Buddha Ci Kung mengucapkan kata suci, roh Thung Sheng seketika dikeluarkan )

Thung Sheng : Murid ber-sujud pada Guru, 2 minggu sudah tidak ketemu, rasa-nya rindu, apakah Guru juga merasakan-nya ? 

Buddha Ci Kung : Ha … ha … ! Mana mungkin tidak merasakan-nya. Guru dan Murid ada kontak batin, begitu niat hati kamu timbul, Guru langsung mengetahui-nya, bagaimana bisa tidak merasakan-nya ? 

Karena Umat yang mau menyelamatkan Dunia cukup banyak, memenuhi seluruh bangunan Kuil, lagi pula sudah habiskan 4 jam, Guru melihat kamu sudah lelah, tidak tega, sehingga berhenti buat Buku sebanyak 2 kali, agar kamu bisa istirahat dengan baik. Kalau tidak badan bisa rusak karena kecapean, kelak bagaimana bisa mengembangkan dharma untuk menyelamatkan Umat Manusia ? 

Thung Sheng : Terimakasih atas cinta kasih Guru, meskipun tugas di Kuil sangat banyak, Umat yang datang ber-partisipasi dan yang mohon petunjuk banyak sekali, tempat yang kecil ber-himpitan Orang, tapi tidak perduli sesusah apa pun, Murid akan selesai-kan tugas penyelamatan Dunia, agar tidak menyia-nyia-kan Berkah yang diberikan Tuhan. 

Buddha Ci Kung : Ha … ha … ha … ! Tidak sia-sia menjadi Murid baik dari Guru. Bagus ! Ini juga merupakan batu pijakan kamu untuk mencapai kesempurnaan kelak, ha … ha … 

( Saat itu Buddha Ci Kung mengibaskan kipas-Nya, naga emas segera muncul, Guru dan Murid segera naik ke atas naga emas, naga emas terbang dengan kecepatan tinggi menuju ke tempat tujuan ) 

Thung Sheng : Guru. Jika Bhiksu melakukan pelecehan seksual pada Bhiksuni, termasuk pelanggaran apa ? 

Buddha Ci Kung : Pertanyaan baik ! Pertanyaan baik ! Ini juga merupakan peringatan yang ingin Guru berikan hari ini kepada Para Pembina Ajaran Buddhisme, semoga mereka yang beruntung membaca Buku ini, bisa melakukan koreksi diri dan bertobat, juga mencetak Buku ini untuk di-sebarluas-kan untuk menasehati Umat Manusia di dunia, jika tidak, Neraka tanpa dasar akan menunggu kamu. 

Thung Sheng : Neraka tanpa dasar ? Mengapa di-hukum demikian berat-nya ? 

Buddha Ci Kung : Semasa Buddha Sakyamuni masih hidup di Dunia, kelompok Pembina mengendalikan diri dengan disiplin keras, antara Bhiksu dan Bhiksuni tidak boleh melanggar batas-batas yang telah ditentukan, karena masalah [seksual] Manusia. 

Sebagai Manusia ada 7 perasaan ( Senang, Marah, Sedih, Gembira, Cinta, Benci, Nafsu )

dan 6 niat ( Bentuk Wujus, Suara, Wewangian, Cita Rasa, Sentuhan, Cara Siasat )

terutama [seksual] tidak bisa ditiadakan. Pada saat Manusia Awam ada kebutuhan seksual, bisa melakukan hubungan Suami Istri, tapi seorang Pembina jika sudah ada niat sex, bagaimana menyalurkan-nya ? Kecuali pembinaan yang sudah tinggi, sebagian Pembina yang Kebajikan-nya belum baik, ada yang melakukan gangguan atau pelecehan seksual, demi memenuhi hasrat binatang yang mengebu-gebu. Sebagian Bhiksuni karena di-bawah ancaman atau merasa malu, tidak berani ber-suara, membiarkan para Bhiksu bejat masih tetap tidak berubah, tidak ada yang ditakuti, menganggap perbuatan-nya tidak diketahui oleh Malaikat dan Setan. Sebenarnya sudah salah ! 

Yang Mulia Galanvudo ( Malaikat ) sudah melapor pada Sang Buddha, hanya menunggu kejahatan-nya sudah penuh, dengan sendiri-nya akan dapat balasan, bahkan akan di-perberat balasan-nya. Karena merusak kesucian Ajaran Buddhisme, mempermalu citra Para Bhiksu, dosa-nya dilipatgandakan. 

Thung Sheng : Seperti hari ini di surat kabar ada dimuat, Penanggungjawab Vihara melakukan pelecehan seksual pada 2 Orang Bhiksuni, salah satu-nya sudah dilecehkan secara seksual selama 3 tahun, selain itu juga di-muat 3 Nama Bhiksu yang melakukan pelecehan seksual, membuat kegemparan. Ke-mana pergi-nya tekad hati yang pada awal-nya membuat dia pergi dari Keluarga untuk menjadi Bhiksu ? 

Buddha Ci Kung : Masih ada yang belum diungkapkan, Para Bhiksu bejat itu, telah diturunkan Perintah dari Buddha untuk di-beri hukuman yang berat setelah kejahatan-nya sudah penuh, akan dimasukkan ke dalam Neraka tak berdasar, juta-an tahun tidak bisa menjadi Manusia lagi, sebagai hukuman berat. 

Thung Sheng : Semoga para Bosong (biksu) yang ada melakukan pelanggaran ini, baik-baik-lah melakukan koreksi diri dan ber-tobat dengan sungguh-sungguh, juga mencetak Buku [ KELILING KASUS SEBAB AKIBAT ] agar disebarluaskan untuk menasehati Manusia, mungkin masih ada satu kesempatan terselamatkan. 

Buddha Ci Kung : Benar ! Benar ! 

( Saat Guru dan Murid lagi ber-bincang, naga emas berhenti di salah satu rumah Penduduk, di depan rumah ada seorang Kakek ber-baring di kursi malas lagi istirahat. Kakek Tua ini mempunyai wajah welas asih, sedang ber-istirahat, Buddha Ci Kung dan Murid turun dari naga emas, Buddha Ci Kung mengucapkan kata suci, mengeluarkan roh Kakek Tua ) 

Kakek Tua : Aaiii … ! Bukan-kah saya sedang ber-baring di atas kursi malas lagi istirahat ? Mengapa badan demikian enteng dan melayang-layang sampai ke sini ? Wow … ! Apakah ini adalah Buddha Ci Kung yang terkenal itu ? Saya punya mata tapi tidak melihat ( tidak tanggap ), memberi salam hormat pada Buddha Ci Kung. 

( Berikut-nya Kakek Tua itu ber-lutut dengan hormat, mem-beri salam sujud pada Buddha Ci Kung ) 

Buddha Ci Kung : Ha … ha … ! Jangan sungkan ! Jangan sungkan ! Hari ini kemari ingin wawancara kamu, merupakan keberuntungan kamu, bisa ceritakan Perbuatan Baik kamu untuk memberi dorongan semangat pada Manusia di Dunia. 

Kakek Tua : Saya tidak punya Kebajikan, bagaimana menasehati Manusia, memalukan ! Memalukan ! 

Thung Sheng : Bodhisattva tua terlalu sungkan. Kalau kamu tidak ada Kebajikan, bagaimana mungkin Buddha Ci Kung mencari kamu ? Lagi pula saya melihat di atas kepala kamu ada sinar putih cemerlang, juga melihat pancaran sinar mata-mu penuh dengan welas asih, lebih menyakinkan Kakek tua mempunyai Kebajikan dan bisa ber-bagi dengan Manusia di Dunia untuk menggugah Manusia, merupakan Amal Kebajikan yang besar. 

Kakek Tua : Memalukan ! Memalukan ! Sungguh tidak ada yang perlu diceritakan. 

Buddha Ci Kung : Ha … ha … ! Kakek tua ini terlalu merendahkan hati, karena masalah waktu dan juga khawatir “Medium” kecapean, biar Guru yang bercerita saja-lah. Bodhisattva tua ini asal-nya adalah Putra Tuan Tanah di Daerah Nan Thou, semasa kecil Papa-nya sudah meninggal, mewariskan harta kekayaan yang banyak sekali, Ibunya sebagai seorang Perempuan yang mendadak harus mengurus kekayaan yang demikian banyak-nya, karena risau tidak tahu bagaimana mengurusnya, tidak lama kemudian juga jatuh sakit dan meninggal. 

Kasihan sekali, semasa masih kecil ke-dua Orang tua-nya sudah meninggal, jadilah dia seorang Anak yang kaya raya, seorang Anak kecil dalam waktu singkat harus menghadapi situasi kehilangan ke-dua Orangtua-nya, juga harus mengurus Adik-adik-nya yang masih kecil, boleh dikatakan sangat-lah sulit. 

Demikian-lah pelan-pelan dia tumbuh dewasa, setelah menikah dan punya Anak, masih terus memperhatikan Adik-adik-nya, juga membagikan harta kekayaan kepada Adik-adik-nya, membantu mereka bisa ber-Keluarga dan mandiri, pada saat Adik-adik-nya ada masalah maka dia akan membantu menyelesaikan-nya. 

Dia mempunyai seorang Adik Laki-laki semasa muda tidak tahu belajar untuk maju, ke klub malam memboroskan uang, bukan hanya menghabiskan harta benda yang telah dibagikan, masih jatuh sakit dan harus ber-baring di tempat tidur. Karena Adik-nya belum ber-Keluarga, Bodhisattva tua ini mengingat akan hubungan Saudara, seringkali tanpa diketahui oleh Anak Istri-nya , dia mempunyai uang simpanan hasil ber-hemat dalam makan dan kebutuhan, yang kemudian secara sembunyi-sembunyi di-gunakan untuk bantu Adik-nya. 

Sepatu-nya sudah rusak, masih tidak mau beli yang baru, sepanjang hidup menghabiskan tabungan-nya demi Adik-adik-nya, Anak Istri sering hidup dalam kondisi yang susah, meskipun Istri-nya sering memarahi dan mengatakan dia bodoh, tapi dia masih tetap saja. 

Demikian-lah dalam satu Kehidupan menjalankan [ Asas Persaudaraan ], telah memupuk Amal Kebajikan, juga merupakan satu Bodhisattva yang bisa kembali ke Surga. 

Kakek Tua : Hu … hu … hu … 

Thung Sheng : Kakek Tua jangan menangis, perbuatan kamu yang baik menggugah saya, di-yakini Kebaikan kamu bisa menggugah Manusia di Dunia untuk berbuat Kebaikan, dengan giat menjalankan Kebenaran, menjalankan Asas Kemanusiaan untuk mencapai Tingkat Buddha, terlepas dari derita 6 Jalur Tumimbal Lahir. 

Kakek Tua : Sungguh tidak berani menerima-nya. 

Buddha Ci Kung : Perbuatan Baik Boddhisattva tua hari ini, semoga banyak di-teladani Manusia di Dunia. Asas Persaudaraan merupakan salah satu Asas dalam 8 Kebajikan, bisa bisa dijalankan dengan baik pasti akan mencapai Tingkat Malaikat, terlepas dari 6 Jalur Tumimbal Lahir ( Jalur Dewa Dewi di Alam Hawa , Jalur Manusia, Jalur Asyura , Jalur Hewan, Jalur Setan Kelaparan , Jalur Neraka )


NB : Terlahir di Jalur di Alam Hawa sebagai Dewa Dewi mempunyai batas waktu.

, membina Kebenaran pada dasar-nya demikian sederhana. Baik-lah, waktu sudah malam, mari pulang ke Kuil. 


( Saat itu Thung Sheng dan Kakek Tua saling tertawa, Buddha Ci Kung mengucapkan kata suci mengembalikan roh Kakek Tua ke badan-nya, Guru dan Murid naik ke naga emas, naga emas terbang dengan cepat di angkasa menuju Kuil Chiien Cen ) 

Buddha Ci Kung : Sudah sampai di Kuil Chiien Cen, roh Thung Sheng kembali ke badan, sudah, Saya pulang. 

No comments:

Post a Comment